Kamis, 27 November 2014

Dadan Erawan dan Ginanjar MS Menjemput Semangat dan Bakat Mereka

Kompas, Kamis, 19 November 2014

oleh: Cornelius Helmy


Dadan Erawan (33) dan Gianjar MS (22) adalah dua orang guru yang menjemput atau mendatangi anak-anak yang putus sekolah di sekitar perbatasan Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat untuk kembali bersekolah lagi.

Gambar.1.http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010001984

Salah satu anak yang putus sekolah adalah Rohayati, ia terpaksa harus putus sekolah karena orantuanya, Endang (38) tidak mampu untuk membiayai sekolah Rohayati. Namun, berkat Dadan dan Gianjar yang datang ke rumah Rohayati dan berbicara kepada Endang bahwa Rohayati bisa bersekolah tanpa membayar uang gedung dan hanya membayar secara sukarela uang sekolah, sehingga Rohayati bisa kembali bersekolah di SMK Widya Mukti yaitu sekolah dimana Dadan dan Gianjar menjadi guru.
Rohayati kini duduk di kelas 2 SMK Widya Mukti bersama 84 murid lainnya. Sekitar 80 persen siswa SMK ini adalah anak-anak yang diajak untuk sekolah lagi. 
Sejak tiga tahun lalu, SMK Widya Mukti ini sudah seperti rumah bagi anak-anak kurang beruntung itu. Mereka dapat bersekolah tanpa memusingkan biaya seperti sekolah-sekolah lain. SMK Widya Mukti ini memang berada di bawah Yayasan Setia Bhakti bersama tiga sekolah lainnya. Biaya operasional sekolah-sekolah ini berasal dari pendapatan pengelolaan pasar tradisional Genteng di Garut dan toko alat-alat bangunan di Bandung yang disisihkan.
Menurut Dadan, kebiasaan menjemput siswa ini sudah berlangsung sejak 3 tahun lalu SMK Widya Mukti didirikan. Fokusnya pada anak-anak yang terkendala faktor geografis dan tidak adanya biaya untuk melanjutkan sekolah.
Dadan biasa melakukannya seusai pelajaran telah berakhir. Ia menyusuri jalan rusak sekitar Garut-Tasikmalaya dengan berjalan kaki. Panas dan hujan deras bukan halangan. Baginya keinginan siswa untuk bersekolah lagi merupakan imbalan yang setimpal.
Penolakan pernah ada, orangtua yang mengubah pandangannya juga ada. Banyak orangtua yang merasa anaknya cukup sampai jenjang SMP saja, namun sekarang banyak yang menginginkan anaknya sekolah setinggi-tingginya.
Enung (41), warga Sukaikhlas, Desa Sukatani, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, adalah salah seorang di antaranya. Saat Dadan kerumahnya, Enung sedikit lebih tenang saat tahu biaya sekolah tidak memerlukan biaya yang tinggi, dan saat tahu SMK Widya Mukti mempunyai program kewirausahaan, Enung semakin mantap menyekolahkan anaknya. Apalagi dari hasil praktek kewirausahaan tersebut ada pendapatan yang diperoleh dari hasil menjual, walaupun hanya cukup untuk ongkos di jalan, namun itu sudah lebih baik. Rumah Enung bahkan kini menjadi salah satu tempat praktek program kewirausahaan tersebut.
Ginanjar MS (22), guru SMK Widya Mukti lainnya, yang bertanggung jawab mendampingi program kewirausahaan tersebut. Ia mengatakan, program itu kini diikuti 16 siswa yang dibagi dalam dua kelompok. Dengan modal Rp 100.000 per kelompok, mereka memasak dan menjual penganan ringan dari tepung kanji.
Awalnya ada keluhan dari siswa karena berat di ongkos perjalanan.
Gianjar mengatakan wirausaha tidak sesederhana itu dan ia mendorong anak didiknya agar menjadi mandiri. Walaupun hanya sampai lulusan SMK, ia berharap anak didiknya memiliki keterampilan. Proses transfer ilmu ini juga dibumbui canda tawa sehingga ikatan mereka sebagai guru dan murid menjadi lebih dekat.
Akan tetapi, tidak semuanya berjalan mulus. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Ginanjar mencontohkan angkatan pertama yang jumlahnya menyusut. Pertama kali datang, angkatan pertama itu sebanyak 13 orang. Jumlahnya bertambah menjadi 20 orang. Namun, kemudian menyusut menjadi 15 orang saat menginjak tahun ketiga. Kendala ekonomi membuat siswa hengkang untuk menikah atau bekerja sebelum lulus. Berbeda dengan angkatan kedua yang hingga tahun ini tetap berjumlah 25 orang. Angkatan ketiga mencapai 45 siswa.
Kemudian para guru dibuat bangga atas usaha Aas Trisnawati (16) yang menyabet juara III di ajang Semarak Inovasi Pengembangan Pertanian Indonesia 2013 di Bogor. Karya tulis berjudul ”Analisis Jumlah Petani di Tasikmalaya” memikat juri. Sebelumnya, Aas putus sekolah dan sempat bekerja selepas.
Murid-murid lain yang diajak kembali sekolah pun membuktikan kemampuannya. Seperti Rohayati kini tidak pernah jauh dari tiga terbaik di kelas. Ia bahkan berani bermimpi lebih
tinggi, yaitu ingin menjadi dokter.

Bakat-bakat dan kemampuan anak-anak muda di Indonesia ini sangat banyak, namun dibatasi oleh biaya dan fasilitas saja. Oleh karena itu alangkah baiknya pemerintah benar-benar memperhatikan pendidikan yang ada di Indonesia ini jika ingin Indonesia maju. Sekolah-sekolah dan guru-guru seperti di SMK Widya Mukti ini harus diperbanyak dan diperhatikan dengan baik.


Dadan Erawan 
♦ Lahir: Garut, 20 Maret 1981
♦ Pendidikan:
- SD Pasanggarahan I Garut (Lulus 1993)
- SMPN Cilawu Garut (Lulus 1996)
- SMAN I Cilawu Garut (1999)
- S-1 Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris di STKIP Garut (Lulus 2004)
- S-2 Jurusan Manajemen Sistem Pendidikan di Universitas Galuh, Ciamis (Lulus 2008)
Ginanjar MS 
♦ Lahir: Garut, 10 April 1992
♦ Pendidikan: 
- SD Sabang Bandung (Lulus 2004)
- SMPN 27 Bandung (Lulus 2007)
- SMAN 1 Garut (Lulus 2010) 
- S-1 Pendidikan Bahasa Daerah Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung (Lulus 2014)

Sumber: www.print.kompas.com
Gambar.1. http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010001984

Tidak ada komentar:

Posting Komentar