Senin, 29 Desember 2014

Kita Semua adalah Guru

Kompas, 29 Desember 2014

oleh:

Ketika sedang liburan, kadang kita bersama keluarga menghabiskan waktu bersama dengan berlibur ke suatu tempat yang indah dan menarik. Namun, kadang saking asyiknya merasakan nikmatnya liburan, kita tidak menyadari atau pura-pura tidak menyadari keadaan penduduk sekitar kita yang memprihatinkan.
Jami Ngadiono (30) adalah orang yang sadar dan peduli pada penduduk sekitar itu, sehingga ia mendirikan komunitas 1000_Guru yang memiliki konsep dan tujuan yang sederhana yaitu agar para pengunjung bisa mengajar atau memberi motivasi kepada anak-anak sekolah setempat, untuk mengenal dunia secara lebih luas. Jadi wisatawan bukan hanya berlibur dan tidak menyadari keadaan penduduk sekitar, melainkan sekaligus berkontribusi positif dalam bidang pendidikan dengan mengajar.
Relawan dapat mendaftar di situs 1000_Guru, yang setelahnya akan dipilih 30 orang dari latar belakang yang berbeda untuk pergi ke sekolah yang membutuhkan selama satu pekan.
Relawan tidak boleh menginap di hotel ataupun losmen melainkan menginap di sekolah untuk merasakan betapa kurangnya fasilitas yang ada di sekolah tersebut. Mereka juga harus menanggung biaya perjalanan masing-masing, membawa sumbangan seperti peralatan sekolah, mainan yang mendidik serta peralatan olahraga. Mereka tidak mengajarkan anak-anak di sekolah tersebut mengenai pelajaran umum seperti matematika, fisika, bahasa inggris dan sebagainya, melainkan membagi dan menceritakan pengalaman mereka tentang pekerjaan mereka, pengalaman-pengalaman menarik dan bermain bersama. Hal ini, menurut Jami sangat diperlukan anak-anak tersebut supaya mereka juga tahu tentang dunia luar dan mengetahui pengetahuan-pengetahuan yang menarik. 
Jemi sendiri tidak pernah berpikir akan mendirikan komunitas 1000_Guru ini karena dulunya ia berasal dari keluarga yang tidak berkecukupan, Ayah dan Ibunya bersusah payah menyekolahkan dia dan saudara-saudaranya. 
Pada suatu hari datang seorang tamu laki-laki yang mengatakan akan menyekolahkan Jemi di Jakarta, Ayah dan Ibu Jemi sangat senang karena kedua kakak di atas Jemi harus putus sekolah dan tidak sampai tamat SMA karena kurangnya biaya, sehingga mereka mengaharapkan Jemi bisa lanjut sampai lulus SMA.
Akhirnya Jemi pun berangkat ke Jakarta, dan alangkah kaget dan marahnya dia mengetahui ia dimasukkan dalam panti asuhan padahal masih mempunyai ayah dan ibu, ia merasa terbuang karena hal itu. Namun, semakin lama Jemi mulai mengerti dan ia pun berusaha belajar dengan baik agar dapat lulus SMA dan membahagiakan ayah dan Ibunya.
Setelah lulus SMA, Jemi lalu bekerja di pabrik plastik namun tidak bertahan lama karena ia mempunyai kemampuan yang lebih daripada itu. Ia kemudian giat bekerja dan menabung agar bisa melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi. Kemudian, ia mengambil program diploma 3 tahun untuk program studi Penyiaran di Bina Sarana Informatika. Kuliah Jemi juga tidak bertahan lama, karena ia menyadari pendidikan bukan hal yang ia butuhkan karena ia telah bekerja diberbagai rumah produksi sebagai juru kamera. Ia lalu fokus pada pekerjaannya itu, dan melalui pekerjaannya itulah ia bisa mendatangi tempat-tempat yang sebelumnya tidak pernah ia bayangkan bisa dicapai. 
Ketika pergi ke desa-desa dan wilayah terpencil untuk mencari lokasi syuting yang bagus, ia melihat banyaknya anak-anak usia sekolah yang tidak mendapat pendidikan yang layak. Ia lalu berinisiatif untuk berbagi pengalamannya kepada anak-anak itu. 
Sejak saat itu, setiap pergi ke suatu tempat, Jemi selalu meluangkan waktunya untuk pergi ke sekolah-sekolah dan meminta izin kepada kepala sekolah dan guru-guru untuk diizinkan berbagi pengalamannya. 
Jemi lalu mengunggah foto dan cerita pengalamannya di media sosial dan mendapat respon positif dari teman-teman dan orang-orang penggemar wisata (backpacker) yang tertarik membantu. Dari situlah komunitas 1000_Guru dilahirkan dan saking populernya gerakan tersebut, setiap bulan ada 200 sampai 300 orang yang mendaftar untuk ikut kunjungan bulanan. Bahkan, kini komunitas 1000_Guru memiliki cabang di Makassar, Surabaya, Bandar Lampung dan Tangerang.
Jemi mengatakan ia senang makin banyak orang yang peduli dengan pendidikan. Namun itu belum cukup karen seharusnya semua kalangan masyarakat ikut terlibat karena kita semua adalah guru.

"Kita semua adalah guru" adalah ungkapan yang diungkapkan oleh Jemi, dan menurut saya sangat mendalam artinya. Setelah mendengar ungkapan itu, saya menjadi sadar kalau memang semua orang bisa menjadi guru dan bahkan seorang tukang becak pun bisa menjadi guru dengan menjadi teladan dalam bekerja keras dan pantang menyerah. Mengajar anak-anak bukan hanya dalam berbagai ilmu pengetahuan seperti matematika dan lainnya tetapi melalui pengalaman-pengalaman dan pekerjaan kita. Jemi adalah satu lagi contoh anak muda yang menginspirasi kita semua. :)

Gambar.1.Jemi Ngadiono

 Jemi Ngadiono
♦ Tempat, tanggal lahir: Tulang Bawang, Lampung, 11 Mei 1984
♦ Ayah: Jamari (almarhum)
♦ Ibu: Suwarti
♦ Pendidikan: 
- D-3 Jurusan Penyiaran Bina Sarana Informatika (tidak tamat)
- SMA Panti Asuhan Pondok Taruna, Jakarta Timur
- SMPN 3 Banjar Agung, Tulang Bawang, Lampung
 
Sumber: print.kompas.com
Gambar.1. http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010856637

Sabtu, 27 Desember 2014

Teknologi untuk Kebahagiaan Manusia

Kompas, 27 Desember 2014

oleh: Herlambang Jaluardi & Wisnu Nugroho




Baru-baru ini lima mahasiswa UGM meraih penghargaan atas aplikasi buatan mereka di Sillicon Valley, Amerika Serikat. Dan orang yang paling berjasa atas pencapaian itu adalah Daniel Oscar Baskoro.
Pada awal Desember 2014 ini, Oscar dan lima kawannya di UGM: Bahrunnur, Zamahsyari, Sabrina Woro Anggraini, Fansyuri Jenar, dan Maulana Rizki, datang ke SIllucon Valley dan meraih penghargan atas pembuatan alpikasi penanganan bencana untuk pemakai perangkat android yaitu penghargaan Best Public Safety Application untuk perangkat lunak Realivedari dua perusahan informasi raksasa AS, AT&T dan IBM.
Realive adalah pengembangan dari aplikasi yang mereka kembangkan awal tahun ini, Quick Disaster. Sebelumnya, Quick Disaster mendapat penghargaan Global Winner dari Bank Dunia di London, Inggris, Juli 2014. Dua aplikasi itu dibuat untuk menjawab persoalan harian.
Realive juga seperti smart watch yang memberitahu pengguna informasi mengenai bencana yang berada di sekitar kita, korban serta aparat yang menangani.
Alpikasi ini muncul karena adanya bencana gempa yang mengguncang kota tempat tinggal Oscar di Yogyakarta pada Mei 2006 silam.
Pada waktu bencana itu terjadi, orang-orang panik dan bingung mencari tempat untuk menyelamatkan diri,-mau ke selatan ada isu tsunami, mau ke utara Gunung Merapi mau meletus. Karena itu menurutnya alpikasi ini menjadi sangat membantu. Oscar juga sering menjadi relawan ketika terjadi bencana sehingga ia sangat mengetahui bahwa relawan membutuhkan alpikasi ini untuk memudahkan mereka, dan memang alpikasi ini sebenarnya dibuat untuk para relawan.
Oscar pertama kali  mengetahui internet adalah pada saat SD ketika ia membuat email untuk menghubungi ayahnya yang sedang menyelesaikan doktoralnya di Liverpool, Inggris.
Sejak saat itu, Oscar sangat tertarik pada teknologi informasi khususnya internet dan mencetak banyak prestasi pada masa sekolahnya.
Kecintaannya pada teknologi tidak lantas menjadikannya anak yang kutu buku dan tidak suka bergaul, ia malah sangat aktif berorganisasi sampai pernah terpilih menjadi ketua orientasi mahasiswa baru.
Oscar juga merupakan duta Ambassador untuk Google dan menjadi orang pertama di Indonesia yang memiliki smart watch dan Google glass.
Saat ini Oscar sedang berusaha merampungkan skripsinya yang bertema pengolahan big data. Ia mengatakan bahwa ia hendak mengamalkan ilmunya sekaligus membantu masyarakat yang membutuhkan, terutama di negara berkembang.

Oscar adalah anak muda yang patut dijadikan panutan bagi anak muda lainnya, dimana pada usianya yang masih muda ia bisa menorehkan prestasi yang begitu gemilang dan mengaharumkan nama Indonesia. Saya pribadi sangat kagum padanya dan membuat saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri apa yang sudah saya lakukan selama 18 tahun saya hidup di dunia ini?



Daniel Oscar Baskoro
♦ Lahir: Yogyakarta, 10 Juli 1992
♦ Pendidikan: 
- SD Tarakanita, Yogyakarta, 2004
- SMP Stella Duce I, Yogyakarta, 2007
- SMA Kolese De Britto, Yogyakarta, 2010
- Fakultas MIPA Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (sekarang)
♦ Pengalaman Organisasi:
- Google Student Ambassador South East Asia
- Google Business Group
- Google Developer Group
- Code Project International
- Peneliti Muda di Kementerian Riset dan Teknologi
- Pringwulung Social Communication Commission
♦ Penghargaan:
- Best Public Safety Application, dari AT&T dan IBM, di Silicon Valley, AS, 2014
- World Bank Global Winner Award, London, Inggris, 2014
- Jenesys Winner, dari Pemerintah Jepang, 2014
- 10 Mahasiswa Terbaik, Direktorat Kemahasiswaan UGM, 2014
- XL Axiata Future Leaders, 2013
- Google Geo Good People, AS, 2013
- Google Student Ambassador South East Asia, 2013
- Medali Emas dan Pemenang Favorit Lomba Foto Kebudayaan dan Pariwisata tingkat Nasional, 2010
- Think Quest International Achievement, Oracle, AS, 2008
- Medali Emas Kompetisi Desain Web, Kementerian Pendidikan, 2006

Sumber: print.kompas.com